Gunung Lokon, sweet escape ©JelajahSuwanto |
“Saya pernah mendaki ke
sana, sekitar 1.5 jam saja,” Om Fariz Azhar, sahabat pak suami berceloteh.
“Oh ya? Kalau gitu
bisa dong kita escape pagi-pagi
sekali, berburu sunrise terus langsung
turun?” pak suami merespon cepat.
“Bisa aja kalau mau. Tapi
kita kudu start jam 2 pagi biar pas
acara pertama udah sampai di resort.”
Demikianlah tanpa banyak perencanaan mendaki Gunung Lokon tiba-tiba saja kami sepakati.
Jalur pendakian Gunung Lokon, Sungai Pasapahen,sungai kering bekas aliran lahar dingin ©JelajahSuwanto |
Sweet Escape Mendaki Gunung Lokon
Tas ransel telah siap dari semalam. Isinya hanya 3 botol air mineral ukuran 600ml, kamera DLSR, permen serta P3K seadanya. Outfit-nya pun minimalis. Celana pendek dipadu sweater, sepatu kets, dilengkapi slayer untuk penutup kepala dan leher.
Cekeran bisa membantu memantapkan pijakan kaki di jalur licin pendakian Gunung Lokon ©JelajahSuwanto |
Menyusuri Sungai Pasapahen Jalur pendakian Gunung Lokon licin berbatu-batu ©JelajahSuwanto |
Ternyata janji Pk.02.00 WITA adalah hil yang mustahal bagi peserta family gathering yang seharian heboh dengan ragam permainan seru. Perlu waktu hingga menjelang pukul tiga barulah kami benar-benar melarikan diri dari resort.
Ada 11 orang menggunakan 2 mobil. Keluarga Suwanto minus adek kecik, sepasang suami istri yang masih anget-angetnya, sepasang couple dan 4 jejaka dengan status yang belum kutahu :p
Demi naik Gunung Lokon #KenSiPenjelajahKecik kutitip ke Bu Nur di kamar sebelah (Maaf ya Dek, Bun belum sanggup bawa Adek mendaki sepagi itu).
Medan pendakian Gunung Lokon ©JelajahSuwanto |
Vegetasi pegunungan Lokon ©JelajahSuwanto |
Mobil kami tinggalkan begitu saja di lahan datar yang kira-kira aman. Kala itu belum ada pos pendakian, tak ada biaya apapun untuk mendaki Lokon. (*Sepertinya tahun 2020 ini banyak seliweran foto-foto pendakian Gunung Lokon di sosmed, bisa jadi pendakian Gunung Lokon telah dikelola secara profesional.
"The summit is what drives us,
but the climb itself is what matters - Conrad Anker” Jalur Pendakian Gunung Lokon ©JelajahSuwanto |
Kaki Gunung Lokon di pinggir kawah Tompaluan ©JelajahSuwanto |
Tentang Gunung Lokon
Ngaso di tengah puncak datar antara Kawah Tompaluan dan Gunung Empung ©JelajahSuwanto |
Menuju dua pelangi menyeberangi pinggir kawah Tompaluan Gunung Lokon ©JelajahSuwanto |
Gunung Lokon (1.580 mdpl) mempunyai kembaran yaitu Gunung Empung (1.340 mdpl) yang letaknya berdekatan sejarak 2,2 km. Kompleks gunung kembar ini berada di pinggiran kaldera Tondano. Adapun Danau Tondano konon merupakan kaldera dari letusan gunung api purba di masa silam 74.000 tahun lalu*. Kaldera adalah kawah gunung berapi yang sangat besar terbentuk akibat runtuhnya puncak gunung karena letusan dashyat.
Sebenarnya
saya baru ngeh, ternyata pendakian
kami itu belum sampai di puncak Lokon. Kami baru sampai di kawahnya saja yang bernama Kawah Tompaluan dengan ketinggian 1.130
mdpl. Kawah
Tompaluan aktif mengepulkan asap belerang. Posisi kawah Tompaluan diantara
Lokon dan Puncak Empung. Kawah inilah yang menggetarkan hati seperti yang saya tulis di atas. Dan biasanya para pendaki sudah puas finish di kawah ini.
Kepulan asap Kawah Tompaluan Gunung Lokon ©JelajahSuwanto |
Kepulan asap yang dulu terlihat dari pesawat itu kini jaraknya dekat saja di mataku ... ©JelajahSuwanto |
“Selamat, sedikit lagi kawah. Di atas nanti jangan teriak-teriak, pokoknya begitu mitosnya. Waspada juga di dekat kawah, kadang gasnya terbawa angin, beracun, jangan sampai kena hirup.” Nyong Manado yang hendak turun gunung bertukar sapa berbagi info.
Sebagai orang luar sepantasnya kita memperhatikan arahan penduduk lokal. Bagaimanapun mereka lebih mengenal daerahnya sendiri.
Puncak Gunung Lokon yang masih harus didaki itu bentuknya datar dan tidak mempunyai kawah. Lereng menuju puncak didominasi rumput lebat dengan elevasi yang cukup miring dan sempit. Katanya Pulau Bunaken, Gunung Manado Tua, Klabat, dan Soputan bisa terlihat dari Puncak Lokon.
Sementara itu menurut legenda Gunung Lokon digadang sebagai tempatnya turunnya Dewa. Lokon sesuai arti namanya berarti tertua atau terbesar. Ada juga yang mengartikan sebagai orang tua berbadan besar yang disebut-sebut sebagai Tua Lokon atau Tou Tua Lokon.
What a day... love this Gunung Lokon ©JelajahSuwanto |
Sweet escape with friends Gunung Lokon ©JelajahSuwanto |
What a beautiful moment!
Rombongan tiba di kawah Tompaluan jelang pukul 5 pagi. Kepulan asap yang dulu terlihat dari pesawat kini jaraknya dekat saja di mataku. Aku bersedekap dalam syukur. Semesta memberi pula dua lengkung pelangi di ufuk langit. Nun di timur mentari jingga semakin benderang.
What a beautiful moment, pelangi penuh di atas kawah Tompaluan Gunung Lokon ©JelajahSuwanto |
Tomohon baru saja menggeliat dari tidurnya, pemandangan dari kawah Tompaluan Gunung Lokon ©JelajahSuwanto |
Aku
kehilangan kata menggambarkan betapa megahnya Gunung Lokon. Jadi pergi dan rasakanlah
sendiri. Sebab pada akhirnya mendaki gunung adalah tentang merangkul ego serta menikmati segala berkat Tuhan. Udara segar, tetes embun,
semak perdu, bahkan bebatuan dan hamparan pasir tiba-tiba mencipta romansa.
Nun di timur, mentari jingga semakin benderang. Betapa indahnya matahari menyapa pegunungan ©JelajahSuwanto |
Lengkap, mendaki Gunung Lokon bersama Sulung ©JelajahSuwanto |
Rombongan menuruni Kawah Tompaluan ketika mentari berangkat hangatkan bumi. Tomohon di bawah sana menggeliat bangun dari mimpinya. Sebelum jam 8 kami muncul di resort tepat saat waktunya sarapan. Secangkir kopi menyempurnakan sweet escape Gunung Lokon.
Gunung adalah tentang menaklukkan egomu!
Mendaki Lokon rasanya mengembalikan jiwa muda. Ada gelora yang membuncah. Aku menuruni gunung amat riang, loncat dari batu ke batu meninggalkan rombongan di belakang. Lalu entah bisikan roh yang mana, ketika tiba di jeram sungai kira-kira 2-3 meter tingginya alih-alih memutar bantaran sungai Pasapahen, egoku lepas kendali.
Aku melompat. Dan berhasil mendarat di dasar jeram. Tapi sesuatu terjadi… Ngilu di pangkal paha walaupun tak nampak luka apapun.
Namanya penyesalan kenapa selalu ada di belakang sih?
Sekarang untuk menutupi (lagi-lagi) ego aku duduk terdiam sambil menunggu rombongan lain datang, merasakan perih yang kian menjalar.
“Bukan gunung yang harus kita taklukkan, tapi diri kita sendiri” sebab gunung yang paling sulit ditaklukkan adalah gunung batu hatimu! ©JelajahSuwanto |
Sewaktu pak Suami tiba, aku tak ingin membuatnya cemas. Kucoba berdiri dan mulai jalan pelan-pelan. Jauh dari kata lincah. Ketika rasa perihnya benar-benar menjalar, barulah kubisikkan aku butuh ditopang.
Pada lelaki yang kini memapahku aku mengaku dosa atas kekonyolan yang terjadi.
Jadi camkan ini anak muda, “Bukan gunung yang harus kita taklukkan, tapi diri kita sendiri”. Sebab gunung yang paling sulit ditaklukkan adalah gunung batu hatimu!
Begitulah kalau emak-emak lupa sama ‘u’ umur. Puji Tuhan hasil rontgen tidak memperlihatkan patah tulang atau sebangsanya. Tapi dua minggu aku seperti pesakitan mengalami cedera otot parah.
Tak ada yang kebetulan dalam hidup, Keluarga Suwanto mengimaninya sebagai penyelenggaran ilahi ©JelajahSuwanto |
Terima kasih Pak Suami,
sungguh menyenangkan menjelajahi setiap perjalanan bersamamu. Semakin lengkap
bisa mendaki bersama sulung dan para sahabat di negeri nyiur melambai.
Sumber:
Brigitta Isworo L
(2011, Juli 18). Pusat dan Letusan Berada di Meja Datar [Halaman web]. Diakses
dari
https://regional.kompas.com/read/2011/07/18/02434563/pusat.letusan.berada.di.quotmeja.datarquot?page=all
Wah indah banget gunungnya, iihhh jadi pengin mendaki lagi hehee
BalasHapusKeren mmg g. Lokon ya bu. Sy sendiri sejak berdomisili di Sulut Sept 2018 sdh 3x mendaki g. Lokon. Mei 2021, 1 Juni 2022 dan 17 Agustus 2022. Wlu usia skrg sdh 58 thn tp ttp semangat utk menikmati hidup. G. Mahawu sdh 4x dan g. Tampusu br 1x.
BalasHapusWow, serunya. Saya malah belum pernah naik Tampusu. Semoga lain waktu bisa juga menjejak di sana. Selamat merayakan hidup di Sulawesi Utara.
Hapus