Tahura Gunung Tumpa Nikmati Senja, Paralayang & Konservasi Kawasan Alam Wallacea

Menyaksikan atraksi paralayang di atas langit tahura Gunung Tumpa H.V Worang ©JelajahSuwanto
Menyaksikan atraksi paralayang di atas langit tahura Gunung Tumpa H.V Worang ©JelajahSuwanto

Menjelang pukul 3 petang matahari masih bertaji menyengat sisi bukit di Taman Hutan Raya (Tahura) Gunung Tumpa H.V Worang. Manado memang berlimpah panas mentari. Maka tak heran kalau sulung dan adek kecik kini legam eksotis. Percayalah dahulu kulit mereka serupa langit biru dihiasi putih awan-awan kapas, cerah. Kami mupeng lihat atraksi paralayang atau paragliding di langit Gunung Tumpa.

Beberapa waktu sebelumnya Keluarga Suwanto sengaja menghantar senja dari Gunung Tumpa. Sekarang kami pergi tanpa rencana, cuaca sebagus hari ini harus dirayakan.

Share:

Gunung Lokon Kelakon!

Kompleks pegunungan Lokon, Empung dan Kawah Tompaluan ©JelajahSuwanto
Kompleks pegunungan Lokon, Empung dan Kawah Tompaluan  5.59AM 2.2.2014 ©JelajahSuwanto

Garuda baru saja mengudara meninggalkan Bandara Sam Ratulangi, mata kecilku menangkap kepulan asap dari sebuah lubang kawah. Itulah gugusan Gunung Lokon di Sulawesi Utara. Alangkah senangnya bila Keluarga Suwanto bisa mendaki gunung itu, batinku. Hari itu hari kedua bulan kedua tahun dua ribu empat belas.

Kau tak pernah menduga bagaimana semesta bekerja.

Sabtu-Minggu yang meriah penghujung Oktober empat tahun kemudian. Sebentar rinai, sebentar cerah, panas membara, lalu rintik kembali. Begitulah cuaca mewarnai acara family gathering di sebuah tempat dengan pemandangan yang pernah kudamba. Tak disangka Alamanda Lokon Resort berhadapan langsung dengan Gunung Lokon yang memesona.

Share:

Kapurung Aroma Luwu, Cita Rasa Segar Unik Asam Patikala

 

Kapurung Aroma Luwu, cita rasa asam patikala yang ngangenin || ©JelajahSuwanto
Kapurung Aroma Luwu, cita rasa asam patikala yang ngangenin || ©JelajahSuwanto

“Bun, aku ko kangen makan kapurung ya.” Sulung mengagetkan fokusku. Pasalnya si Mas baru saja lihat-lihat foto lama ketika kami masih tinggal di negeri Anging Mamiri. Tiba-tiba saja aroma kapurung, cita rasa asam khasnya menggugah selera #halaaah.

Kapurung favorit kami adalah kapurung dengan kuah segar ala Rumah Makan Aroma Luwu. Di Makassar ada 2 rumah makan yang menyajikan menu khusus kapurung, Aroma Luwu dan Aroma Palopo. Aroma Luwu terasa lebih ringan dan segar dibanding kapurung Aroma Palopo yang sepertinya menggunakan bumbu kacang untuk kuah. Keduanya sama-sama nikmat, tapi selera kami tetap Aroma Luwu Sultan Alauddin.

Share:

Hidupkan Fungsi Keluarga untuk Indonesia yang Lebih Baik #Seandainya Aku Menjadi Pemimpin

 

Jembatan Cibeureum Jalan Baru Cisinga Ciawi Singaparna || ©JelajahSuwanto
Warga bergotong royong pada suatu minggu pagi di sekitar jalan baru Cisinga || ©JelajahSuwanto

Pulang ke Nagaraherang sekarang terasa berbeda. Kampung Nagaraherang, sebuah dusun di kecamatan Sukahening nun di kaki gunung Talaga Bodas itu telah dilewati jalan baru. Jalan Cisinga (Ciawi Singaparna) terbentang sepanjang 23 km melewati 7 kecamatan mulai dari Ciawi, Jamanis, Sukahening, Cisayong, Sukaratu, Padakembang dan Singaparna. Selain mengurangi waktu tempuh dari Tasik utara ke pusat kota Singaparna, jalur baru ini menggerakkan roda perekonomian warga. Namun sayang dampak positifnya ternoda oleh bau-bau korupsi dan perilaku yang mengarah pada pencemaran lingkungan.

Share:

Bumiku Sehat Aku Gembira: 5 Hal yang Bikin Gembira (Review Buku)

Review Buku Bumiku Sehat Aku Gembira || ⓒJelajahSuwanto
Cover Buku Bumiku Sehat Aku Gembira, si buku tosca yang sarat ilmu || ⓒJelajahSuwanto

Sudah dua hari #KenSiPenjelajahKecik dan Bun bertualang keliling dunia. Melalui buku “Bumiku Sehat Aku Gembira” kami larut menyimak cerita para sahabat di benua Australia, Asia, Afrika, Amerika, dan Eropa dalam upaya mereka menyelamatkan lingkungan. 

Menyenangkan sekali menyusuri setiap lembar buku ini.

Tak hanya lebur mengikuti 15 cerita anak, pembaca juga disuguhi informasi “Kamu Harus Tahu.” Tersaji pengetahuan, tindakan pemerintah dan masyarakat dalam menjaga lingkungan di negara tempat mereka tinggal serta tips umum menjaga lingkungan. Selain itu pada bagian akhir ada 11 bonus lembar aktivitas buat si pembaca kecik.

Tak heran bila buku Bumiku Sehat Aku Gembira mendapat banyak sambutan dan apresiasi dari khalayak. Salah satunya, apresiasi dari Dirjen PSLB3 (Pengelolaan Sampah, Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya) yang merujuk buku ini sebagai BAHAN BACAAN BAGUS untuk ANAK dan REMAJA.

 

Share:

Perubahan Iklim dan Cerita Kita Merawat Rumah Kita Bersama

Panorama Waduk Jatiluhur dari jalur pendakian Gunung Lembu | © JelajahSuwanto
Panorama Waduk Jatiluhur dari jalur pendakian Gunung Lembu | © JelajahSuwanto

 

Ruah keemasan menerangi punggung gunung, menjalarkan hangat pada jiwa-jiwa alam. Keluarga Suwanto bergegas menuruni Gunung Lembu dengan satu asa kamar mandi di basecamp. Sayang, tiba di tujuan kami kecewa. Lorong menuju kamar kecil ditutup papan kayu. Tertempel kertas kuarto “AIR HABIS”. Lari ke warung seberang yang juga menyediakan beberapa kakus, sama saja. “Musim sekarang airnya susah, Neng. Seret. Kemungkinan baru nanti sore ada mobil yang bawa air.” Bapak di warung mie ayam itu menandaskan.

Gunung Lembu 792 mdpl lokasinya tak jauh dari Jakarta, berada di Kampung Panunggal, Desa Panyindangan, Sukatani, Purwakarta. Selain treknya yang ramah bagi pendaki cilik maupun pemula, Gunung Lembu memiliki jua keunikan sebuah pelataran batu di bibir tebing. Dikenal dengan nama Batu Lembu. Waduk Jatiluhur dengan rumpon-rumpon nelayan, pulau di tengah waduk, pemukiman dan gunung gemunung yang membingkainya terlukis sempurna dari ketinggian Batu Lembu. 

Krisis air di wilayah Waduk Jatiluhur, salah satu bendungan terbesar di Indonesia yang area tangkapan DAS-nya seluas 4.500 kilometer persegi, bukankah ini sebuah tanda tanya?

 

Share:

Gunung Lembu Purwakarta Trek Bersahabat Untuk Pendaki Cilik

Waduk Jatiluhur terlihat dari Batu Lembu Gunung Lembu Purwakarta | JelajahSuwanto
Belajarlah pada gunung, Anakku. Gunung bukan tentang keangkuhan, di puncak heningnya melimpah kerendahan hati | ©JelajahSuwanto

 

Pada awal Agustus 2020, Keluarga Suwanto sepakat ingin memerdekakan diri setelah berbulan-bulan #DiRumahSaja. Gunung Lembu di ketinggian 792 mdpl akan menjadi pendakian pertama #KenSiPenjelajahKecik di masa pandemi. Ternyata, juga menjadi pengalaman pertama ngecamp di puncaknya. Gunung Lembu dikatakan memiliki trek sedang, cocok bagi pemula bahkan anak-anak.


Malam sebelum keberangkatan, saya berselancar memastikan apakah Gunung Lembu sudah kembali
dibuka pada masa new normal ini. Tidak ada sosial media atau website khusus milik pengelola pendakian Gunung Lembu. Namun, terima kasih pada update sosmed zaman now, khususnya Instagram. Melalui hashtag #gununglembu, di menu recent bisa terlihat siapa-siapa saja yang baru mendaki. Random saya DM salah satunya, Mas Ihan Pratama. Gayung bersambut, cepat sekali ia merespon. Bahkan saya diberi kontak salah satu pengelola Gunung Lembu.

Share:

Jembatan Soekarno Manado Ikonik : Tidak Sah Sampai Manado Kalau Belum Foto di Jembatan Soekarno

Jembatan Soekarno Manado panjang 1.127 km lebar 17 m || JelajahSuwanto

Usai ngedrop si sulung di kawasan Boulevard untuk acara sekolah, kami melintas di jembatan ikoniknya Manado. Jelajah Suwanto tak kuasa menolak kehangatan tropis yang menguar lembut pada Sabtu kala itu. Seperti juga banyak kendaraan lainnya, kami menepikan kendaraan di salah satu tepi Jembatan Soekarno.   

Padahal sebelum-belumnya kalau ada orang berhenti, pe-foto-an, nongkrong, beli bakso atau es krim di atas Jembatan Soekarno kami paling suka komentar, “Ishh pada ngapain sih, cuma jembatan aja loh. Norak.“  Eh ternyataaa, ya gitu deh, pada akhirnya apa yang menurut kamu aneh, ribet, norak, dan lain sebagainya itu, baru bakalan dimengerti kalau kamu nyobain sendiri, ngalaman sendiri, ngerasain sendiri. 

Share:

Surga di Pantai Paradise Likupang Timur

 

Pantai Paradise Casabaio Likupang Timur
Hening. Hanya suara laut. Pantai Paradise Likupang Timur || JelajahSuwanto


Bapakku yang kupangil Mama, kependekan dari Rama dalam Basa Sunda adalah orang gunung yang pernah terombang-ambing ganasnya ombak laut Banda. Kata Mama “Surga itu bukan tujuan di keabadian nanti. Surga itu saat ini, suatu sikap bukan tempat.” Petuah lelaki dengan rambut gelombang itu selalu hangat untukku, “Teh, surga itu adalah kebahagiaan, harapan dan cinta yang diracik oleh dirimu sendiri. Kemanapun Teteh pergi bawalah serta!” Kini, di sebuah tempat bernama Pantai Paradise, bersama dia partner hidup, kami berbagi surga.

Share:

Casabaio Paradise Resort, Staycation Nyaman di Likupang

Ocean View
Senja dari Ocean view Casabaio Paradise Resort || jelajahsuwanto


Malam sebelum weekend escape Jelajah Suwanto, Pak Suami dihubungi oleh customer service (CS) Casabaio Paradise Resort. “Effort-nya CS Casabaio oke juga loh. Mereka sampai DM aku karena teleponnya gak keangkat. Kasih info besok ada acara Kaum Ibu di Likupang, jadi bagusnya kita berangkat pagi biar gak kena macet.”

Sebab orang Jawa ini tra mangarti macam mana acara Kaum Ibu, maka informasi dari CS Casabaio dijalankan dengan kurang siaga.

Keluarga Suwanto baru berangkat dari Manado Pk.10.07 WITA. Pengalaman kami, perjalanan ke Casabaio paling lama 1,5 jam berkendara santai. Jarak tempuh ke hotel tidak terlalu jauh, kurang lebih 56 km saja. Dengan memperhitungkan waktu chek-in di Casabaio Pk.14.00 WITA, rasanya cukup deh. Semacet-macetnya Manado tidak akan makan waktu too much kayak Jakarta.


Share:

Curug Badak Batu Hanoman, Hati-hati Jangan Sompral!

Curug Badak Batu Hanoman Tasikmalaya pada suatu ketika || JelajahSuwanto
Curug Badak Batu Hanoman Tasikmalaya pada suatu ketika || JelajahSuwanto

Refleks, saya menangkupkan tangan menutup mulut sebab tanpa musabab tiba-tiba terjerembab ke kubangan di dasar aliran Curug Batu Hanoman. Seketika saya ingat. Lalu lirih dalam hati memohon ampunan semesta karena tadi sempat bicara sompral. Kala itu, Curug Badak Batu Hanoman yang lokasinya tak jauh dari kampung kami sedang naik daun. Untuk lebih mudahnya orang lebih suka menyebut Curug Badak saja. Namanya juga tempat wisata anyar, tentu masih dalam penataan. Kayaknya saya ngomong underestimated  berulang-ulang “hmm cuma kayak gini, kurang menantang ini mah.” Dan kapoklah sudah, semesta menjawab kesongongan saya secepat kilat.

“Bi, sekarang ada tempat wisata loh di atas. Lagi hits. Main yuk,” Brother, keponakan saya yang juga lagi mudik cerita sambil lalu. Spontan, adik perempuan saya dan Pak Suami nyamber “Ayook!” Tanpa babibu, obrolan berlanjut. Berangkat jam berapa? Mau naik apa? Bawa mobil sendiri, naik motor atau ngompreng?

Karena belum yakin apakah medannya bisa dilalui mobil atau tidak, kami sepakat jalan kaki. Semangat!

Share:

Tari Kabasaran Minahasa, Teladan Dedikasi Waraney

Tari Kabasaran untuk Penyambutan Tamu Penting || Jelajahsuwanto
Tari Kabasaran untuk Penyambutan Tamu Penting || Jelajahsuwanto


Matahari kian terik di tanah Malesung, pasukan kesatria muda berkostum merah memekikkan seruan perang dalam bahasa Minahasa. Wajah tampan mereka berubah garang ketika tetamu nampak di muka gerbang. Senyum telah sirna berganti hujaman mata. Melotot, dingin dan seram. Para waraney bergerak mengayunkan senjata, berjingkrak melompat, menghentakkan kaki maju mundur sembari terus berteriak membangkitkan semangat. Anak-anak muda ini tengah menampilkan Tari Kabasaran untuk menyambut jajaran direksi yayasan yang menaungi sekolah mereka.

Tari Kabasaran sejatinya merupakan tarian perang suku Minahasa yang mendiami wilayah Minahasa dan sekitarnya di Provinsi Sulawesi Utara. Tarian ini diperankan oleh beberapa lelaki yang mencitrakan sosok waraney, para kesatria Minahasa yang memiliki sifat tauma dan wuaya, jantan dan berani. Tarian tradisional yang telah berusia ratusan tahun ini tetap lestari mengikuti perkembangan zaman. Hanya saja pada masa sekarang dimana kita sudah merdeka dari perang, Tari Kabasaran dipersembahkan sebagai penyambutan bagi tamu “besar” atau tokoh penting. Selain itu Tari Kabasaran kerap digunakan untuk memeriahkan pesta adat dan hiburan.


Share:

Batu Lima Homestay Raja Ampat, Tempat Singgah Paripurna

Pantai di depan Batu Lima Homestay, Raja Ampat Ⓒjelajahsuwanto

Perahu yang awalnya oleng di buritan kini laju meninggalkan Friwen membelah perairan tenang menuju Batu Lima, penginapan terakhir Keluarga Suwanto sekaligus menjadi tempat penutup selama Jelajah Raja Ampat. Tidak jauh. Kurang dari setengah jam kami selesai menaruh barang-barang di sebuah homestay berbentuk panggung dengan atap rumbia. Sementara langit menggayut kelabu seperti durja di paras Pak Suwanto.

Aku sungguh memahami, ibarat kulihat muramku sendiri pada pantulan wajahnya. Kandas. Impian yang digadang-gadang tak sepenuhnya sempurna. Harapan mencecap Piaynemo, Telaga Bintang, Yenbuba, Yeben, Teluk Kabui, Batu Pensil dan Pasir Timbul batal sudah. Sulit untuk mengulang kembali. Bukan perkara jumlah nominal yang mesti dihitung cermat, terlebih pengkondisian waktu. Akan tetapi kucoba riang demi menghiburnya, just enjoy every little thing…” bisikku.

Share:

Wayag, Jalan Panjang Menuju Destinasi Wisata Hijau Papua

Wayag, Raja Ampat || When someday is today Ⓒjelajahsuwanto
Wayag, Raja Ampat - When someday is today Ⓒjelajahsuwanto


Mentari begitu garang di puncak Wayag, tapi teriknya kalah oleh semangat Keluarga Suwanto. Tidakkah kau lihat, binar di wajah lelaki itu? Hari ini ia menggenapi mimpinya, membawa istri dan kedua putranya mengarungi kepulauan Raja Ampat, menaklukkan puncak Wayag.  Bisa jadi Wayag adalah once-in-a-lifetime moment-nya jelajahsuwanto karena buat sampai ke sini waktu dan perjuangannya juga amat sepadan. (Baca persiapannya di Raja Ampat Unfinished Journey)

Dimana Tepatnya Wayag?

Wayag adalah ikon Raja Ampat. Dari puncak Wayag inilah, gugusan pulau karang melingkari laguna sewarna biru pirus tersebar pada dunia. 
Namun, dimana tepatnya Wayag? Tak ada gambaran jelas bagi jelajahsuwanto saat itu, yang kami tahu pokoknya harus ke Raja Ampat. 


Share:

Taman Doa Maria Gantang: Mbok Tentrem Memberi Damai

Mbok Tentrem, Bunda Maria Ratuning Katentreman lan Karaharjan di Taman Doa Maria Gantang, Ⓒjelajahsuwanto
Mbok Tentrem, Bunda Maria Ratuning Katentreman lan Karaharjan di Taman Doa Maria Gantang, Ⓒjelajahsuwanto

Aku tertegun memandang Mbok Tentrem di bawah langit kelabu kaki Gunung Merapi. Sang seniman yang memahatnya melanting pesan yang dalam. Bunda Maria atau Mbok Tentrem (sebutan mesra dari sang seniman) tidak lagi menginjak ular seperti yang biasanya. Kini, Bunda Maria mengenjak kepala naga. Kejahatan manusia sekarang tak sebanding lagi dengan ular yang menjerumuskan manusia pertama ke dalam dosa. Naga adalah metafora dosa manusia zaman ini. Kefasikan yang meruak, merajalela! Namun, Taman Doa Maria Gantang memberikan ruh pengharapan. Bunda Maria ratuning katentreman lan karaharjan sedia melibas naga kedosaan yang membelit kehidupan setiap kita.
Share:

Kopi Menoreh Pak Rohmat, Sepadan Cipta Bahagia

Kedai & Produksi Kopi Menoreh Pak Rohmat ©JelajahSuwanto
Kedai & Produksi Kopi Menoreh Pak Rohmat  © JelajahSuwanto

Senja tambah sempurna jika senyum mereka yang tercinta merekah bak lembayung di ufuk barat. Sebuah kedai nun di barat, barat sekali, nyaris di pucuk perbukitan Menoreh menjadi perhentian jelajahsuwanto senja itu. Adalah Kedai & Produksi Kopi Menoreh Pak Rohmat namanya.

Haaa… ini bener gak sih jalannya?” pertanyaan yang sama terlontar berulang kali. 
“Kedai kopinya terkenal ko, tapi gak tahu kalau jalannya begini amat yah…” bau-bau keraguan samar terdeteksi. 
Jalannya itu loh, meski beraspal tapi ya cilik mentik, juga nanjak. Berpapasan pula dengan Simbah-simbah gesit pada suatu senja di perbukitan Menoreh, itu laksana romansa yang menghangatkan hati. Maaf ya Pak, Bu, jadi ketanggor ranting, jalannya lumayan mepet untuk dua mobil soalnya.  

Seistimewa apa sih Kopi Menoreh Pak Rohmat sampai orang rela mlipir ndeso, gini? Bikin tambah penasaran, ya.

Share:

Monumen Yesus Memberkati Manado, Manifestasi Cinta Kasih Ciputra

Monumen Tuhan Yesus Memberkati, Manado suatu pagi
Monumen Tuhan Yesus Memberkati, Manado, early morning || jelajahsuwanto


Selepas jelajah Tomohon pada 2014 lampau, Keluarga Suwanto mengaso di kawasan pertokoan Citraland, Manado. Pandangan kami tertuju pada sebuah patung Yesus Memberkati persis di atas jalan utama. Wajah Yesus dan tanganNYA yang terentang seakan mengajak kian dekat. “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”

Beberapa tahun kemudian cerita kehidupan membawa kembali Keluarga Suwanto ke kota Manado, ke sebuah tempat di bawah pandang Tuhan Yesus Memberkati. Di sana, di bawah monumen Yesus Memberkati kami mengukir kisah tentang indahnya persahabatan, kerukunan, mimpi-mimpi dan harapan.

Dr. (HC) Ir. Ciputra, Penggagas Monumen Yesus Memberkati Manado

Adalah almarhum Dr. (HC) Ir. Ciputra, penggagas Monumen Yesus Memberkati Manado. Menelusuri kisah pembuatan monumen ini, hormat yang dalam untuk beliau. Bagaimana ungkapan syukur, kedekatan dengan Tuhan dan filantropi-nya Pak Ci termanifestasi dalam Patung Tuhan Yesus Memberkati. Luar biasa.
Share:

Batuangus Boleh Hangus, Tidak Welas Asih

Batuangus Boleh Hangus, Tidak Welas Asih | © JelajahSuwanto
Batuangus Boleh Hangus, Tidak Welas Asih | © JelajahSuwanto

 
Cuaca di utara Sulawesi kadang sulit diprediksi, tentunya hanya buat awam yang bukan ahli BMKG. Pagi itu mentari berseri, hari yang cocok untuk menjelajah. Keluarga Suwanto spontan melaju ke Batuangus. Menurut Google Maps perkiraan waktu tempuh Pantai Batuangus dari Manado kurang lebih 1,5 - 2 jam berkendara. Secara administratif Pantai Batuangus berada di Kelurahan Kawasari, Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung.

Jelajahsuwanto kali ini mengambil rute Airmadidi menuju jalan raya Manado-Bitung. Jalanan yang biasa kami lewati dan tetap di hati. Siluet gunung, perbukitan, lambaian nyiur, kelak-kelok dan turun-naiknya terasa selalu baru membuat rindu. Dan jelas pagi itu tak ada yang bisa merusak jelajahmu, ceria laksana surya.

Namun, seperti kubilang, cuaca di utara Sulawesi tak ubahnya hidup. Yang Kuasa punya mau maka terjadilah. Kini di tiga perempat perjalanan, tanpa peringatan kami menyibak tebalnya hujan bulan Desember. Jarak pandang menjadi terbatas. Pak Sopir dan navigatornya yang bawel berjibaku melihat jalan. Sementara dua kakak beradik di bangku belakang terbawa imaji demi melihat wiper yang hilir mudik. Kelewat aneh, kakak beradik bisa plek ketiplek terpesona pada wiper, sedari orok. Ajaib.


Share:

Mahembang yang Terbuang, Degap-degap Rute Makalisung Tondano Manado

Mendaki sembarang bukit di pesisir Minahasa yang eksotis | © jelajahsuwanto
Mendaki sembarang bukit di pesisir Minahasa yang eksotis | © jelajahsuwanto

Ada masanya sosial media menjadi racun jelajah yang paling parah. Mahembang di Instagram begitu elok mengundang. Keluarga Suwanto mufakat menyusur pesisir Minahasa di pagi yang basah itu. Perjalanan sekitar 3 jam Manado, Bitung, Kakas, berakhir gigit jari di gerbang Mahembang.

Mahembang, pantai yang digadang-gadang seperti Bali-nya Minahasa ditutup tanpa alasan jelas. Kami dan satu rombongan yang juga baru sampai tetap dilarang masuk. Biarpun nawar pada penduduk di dekat pos jaga, kalau memang alasannya keselamatan, kami jamin jadi tanggungan pribadi.

Sebenarnya keluarga Suwanto bisa saja nekat keukeuh jalan kaki ke pantai, toh kendaraan diparkir dekat dari lokasi. Hanya saja, kami menghormati penduduk lokal yang tadi bersimpati.
“Jangan, nanti kita kena, dikira nimbun uang dari pengunjung. Ini saja ada yang diam-diam pasang mata”.

Hmm, begitu rupanya. Sangat disayangkan, indikasi salah kelola tersirat kentara.


Share:

KELUARGA SUWANTO

KELUARGA SUWANTO
Keluarga Suwanto di Ranger Station Raja Ampat

Recent Posts

Popular Posts

Label

Arsip Jelajahsuwanto