Batuangus Boleh Hangus, Tidak Welas Asih

Batuangus Boleh Hangus, Tidak Welas Asih | © JelajahSuwanto
Batuangus Boleh Hangus, Tidak Welas Asih | © JelajahSuwanto

 
Cuaca di utara Sulawesi kadang sulit diprediksi, tentunya hanya buat awam yang bukan ahli BMKG. Pagi itu mentari berseri, hari yang cocok untuk menjelajah. Keluarga Suwanto spontan melaju ke Batuangus. Menurut Google Maps perkiraan waktu tempuh Pantai Batuangus dari Manado kurang lebih 1,5 - 2 jam berkendara. Secara administratif Pantai Batuangus berada di Kelurahan Kawasari, Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung.

Jelajahsuwanto kali ini mengambil rute Airmadidi menuju jalan raya Manado-Bitung. Jalanan yang biasa kami lewati dan tetap di hati. Siluet gunung, perbukitan, lambaian nyiur, kelak-kelok dan turun-naiknya terasa selalu baru membuat rindu. Dan jelas pagi itu tak ada yang bisa merusak jelajahmu, ceria laksana surya.

Namun, seperti kubilang, cuaca di utara Sulawesi tak ubahnya hidup. Yang Kuasa punya mau maka terjadilah. Kini di tiga perempat perjalanan, tanpa peringatan kami menyibak tebalnya hujan bulan Desember. Jarak pandang menjadi terbatas. Pak Sopir dan navigatornya yang bawel berjibaku melihat jalan. Sementara dua kakak beradik di bangku belakang terbawa imaji demi melihat wiper yang hilir mudik. Kelewat aneh, kakak beradik bisa plek ketiplek terpesona pada wiper, sedari orok. Ajaib.



Hujan lebat dalam perjalanan jelajah Batuangus | © JelajahSuwanto
Hujan lebat dalam perjalanan jelajah Batuangus | © JelajahSuwanto
 
 
Batuangus menurut perkiraan tinggal 15 menit lagi. Seharusnya kami belok kanan, tapi banyak petugas menjaga jalan, salah satunya memberi kode untuk lurus. Bukan Cuma kami, tepat di belakang ada 2 kendaraan, minibus dan bus sungguhan. Dan mobil-mobil lainnya mengikuti. Kami beriring-iringan mengikuti arah tangan Pak Polisi.

Agak-agaknya ada yang tidak beres. Ko jalannya mengecil masuk ke perkampungan, menyempit, kemudian …?
Yap, buntu!

Sebagai mobil pertama, kami terjebak. Mobil-mobil yang tadi mengekor antri balik arah. Sisa satu bus dan satu minibus terpepet di kebun orang ditingkahi deras suara hujan. Jauh dari romantis, boro-boro. Sedikit kubuka kaca jendela mencoba membuat kontak dengan sebelah. Mereka rombongan berpakaian indah hendak pesta, ada Gubernur akan datang di acara gereja. Kudengar pula omelan yang sama menyalahkan petugas yang tak jelas. Tapi mau bagaimana lagi, hujannya amat keras petugas butuh bergegas.


Jelajah Batuangus yang hangus | © JelajahSuwanto
Jelajah Batuangus yang hangus | © JelajahSuwanto

 
Jadi, dari hasil investigasi Bu Suwanto, ya ada acara besar di arah Batuangus. Maksudnya Pak Polisi tadi, mobil-mobil disuruh lurus supaya parkir di lapangan yang barusan kami lewati. Lokasi acara tak memungkinkan menampung banyak kendaraan, peserta tinggal jalan kaki pakai payung atau apalah. Begitu. Tapi kan kami mau ke Batuangus bukan ikut acara.

Pak Polisi mana tahu, salah sendiri Keluarga Suwanto ndak tanya. *nangis

Minibus berhasil balik arah dengan susah payah. Giliran bus, sopirnya siaga. Beberapa kali coba, akhirnya mereka berhasil. Tinggal kami yang terpojok, tak menyadari tanah semakin gembur karena banyaknya curah hujan. Sekali, dua kali, tiga kali, fixed ban selip terhisap tanah. Sendirian di tempat buntu antah berantah. Sudah tak ada orang.

Pak Suwanto bukanlah sopir amatir. Ia pun pantang menyerah. Berulang kali digenjotnya lagi Xtrail jumbo itu. Ehemm, malah semakin dalam ban terperosok. Bu Suwanto turun menerobos hujan niat cari bantuan. Pak Suwanto juga turun mengecek posisi, kembali ke mobil, injak gas. Terus diulang, tapi belum berhasil mengeluarkan mobil. Adapun kakak beradik di bangku belakang mendapat privileged menikmati saja wiper yang terus bekerja. 

Sesungguhnya tempat kami tersandera dekat sekali dengan laut. Dipisahkan oleh kebun kelapa tertambat sebuah sampan di pinggiran pantai berpasir hitam. Sepertinya lokasi ini sedang dikembangkan. Batang-batang nyiur, gundukan rumput dan pepohonan terkumpul di satu sudut. Gergaji mesin dan sebuah motor yang ditinggalkan pemiliknya memberi harapan. Namun nihil tak ditemukan orang. Hujan selebat ini mana ada yang ingin keluar rumah.
 

Terjebak dalam perjalanan jelajah Batuangus | © JelajahSuwanto
Terjebak dalam perjalanan jelajah Batuangus | © JelajahSuwanto

 
Bu Suwanto berjalan ke arah perumahan warga. Rumah-rumah sederhana beratap rumbia. Tong-tong besar berwarna biru menampung air hujan. Tak ada orang, bahkan ketika mengetuk beberapa pintu. Hanya Mentok bergeyot-geyot di tengah hujan. Di rumah ketiga barulah seorang wanita membuka pintu kayu. “Kita pe laki pegi ke ladang, maaf sekali neh ga bisa bantu.” Wajah keriputnya menyinggungkan senyum penuh empati.
 
Konon, Tuhan tak akan memberikan cobaan di luar kemampuan manusia. Bila pintumu tertutup, ingatlah masih ada jendela atau dinding yang bisa kau panjat. Jujur, kami mangkel Gusti. Nyaris putus asa. Badan dingin basah kuyup.
“Minta tolong orang kantor aja buat narik kita dari sini.” Solusi terakhir yang bisa kupikirkan.
“Iya kalau ada sinyal…” jawabnya setengah bergumam.

Sepertinya tidak salah dengar, ada suara. Ternyata di sebelah kami ada dinding tinggi. Kutempelkan kuping lekat pada dinding. *sekarang aku geli mengingatnya, macam drama.
Tapi benar dari balik dinding sana sumber suara itu. Suara lelaki, tidak hanya satu. 

Aku berteriak “Haloo ada orang, boleh minta tolong.” Senyap.
Kucoba memanjat dinding, tapi terlalu tinggi. Sama sekali tak bisa melongok ke dalam sana.
“Permisi ada orang, saya minta tolong.” Sekeras mungkin aku memekik memecah suara hujan.
“Yaa. Siapa?” Puji Tuhan ada jawaban. 
 

Bantuan datang  jelajah Batuangus | © JelajahSuwanto
Bantuan datang  jelajah Batuangus | © JelajahSuwanto

 
Lalu muncul dua kepala dengan seringai bingung. “Mobil kami selip, tidak bisa balik ke jalan besar” langsung meluncur saja kecemasanku.
“Oooh benar suara mobil, dari tadi itu…” kata si kepala bertopi pada Bapak berwajah gempal.
“Ok, ambil tangga dulu ya.” 
 
Demikianlah dua orang datang membantu. Mereka adalah Pak Ahmad dan Pakde penjaga resor milik orang bule. Resor yang dindingnya persis di sebelah kami. Tak tahu dari sebelah mana pintu masuk resor itu, jelas dinding tingginya sengaja mengisolasi dari pemukiman warga. “Resornya bukan untuk umum, hanya terima bule-bule saja.” jelas Pakde singkat.

Bukan perkara mudah mengeluarkan ban yang sudah terperosok dalam. Ditambah pula akar pohon yang menjebaknya. Nah kan, ban aja salah terperosok bikin ribet bukan main. Apalagi hati. Makanya hati-hati #ApaaSih??

Dua orang bala bantuan alih-alih belum mampu membebaskan kami. Syukurlah hujan mereda, Para pekerja dekat pantai mulai berdatangan. Tangan-tangan Tuhan tepat membantumu pada waktuNya. 
 
Si Xtrail tua merdeka ditarik Double Cabin. Bapak dan Ibu Suwanto dipersilakan ganti baju di mess pekerja agak masuk ke perkebunan.



 
Meski jelajah Batuangus hangus hari itu, tidak dengan welas asih. Jelajah Batuangus mengajarkan bahwa rasa kasih, empati dan simpati sebenarnya hidup di setiap kita. Pak Ahmad dan Pakde, penjaga resor itu spontan saja menolong kami yang kesusahan. Orang-orang pekerja dengan rela mengulurkan bantuan. Padahal Pak Ahmad dan Pakde berbeda kepercayaan dengan kami. Salib yang tergantung di mobil tak lantas mengurungkan niatnya untuk membantu. Bahkan Pakde tak menghiraukan tangannya yang sobek ketika mendorong mobil.

“Kami tulus membantu.” Pak Ahmad dan Pakde menolak ungkapan terima kasih. Karena terus dipaksa, tidak tahu apakah bisa berjumpa lagi apalagi membalas budi, kiranya ungkapan terima kasih itulah bentuk perhargaan kami, mereka tetap mengambil secukupnya. “Ini terlalu banyak. Saya dan Pakde ambil yang ini saja, ini saya kembalikan.”

Ada haru dan rasa hangat. Setiap kita memiliki welas asih di dalam diri. Pak Ahmad dan Pakde memiliki welas asih yang luar biasa besar. Sungguh damai bila kita harmonis sebagai manusia, tak peduli agama dan suku. Terima kasih Pak Ahmad dan Pakde atas teladan ini.


Ada welas asih dalam setiap kita | © JelajahSuwanto
Ada welas asih dalam setiap kita | © JelajahSuwanto




Share:

11 komentar:

  1. Sampai ikut deg-degan bacanya. Hujan deras, mobil terperosok, mana salah arah. Jadi turut rombongan acara. Untung ada orang baik yah. Gpp...jelajah Batu Angus jadi hangus. Tapi pengalamannya seru...

    BalasHapus
  2. Selalu berbuat baik dan berpikir positif akan membantu kita untuk terus melangkah ya Mbak. Seru petualangannya. Hujan deras, ban mobil terperosok. Benar-benar memberikan pelajaran yang sangat berarti, tentang kebaikan.

    BalasHapus
  3. Memang terasa indah jika hidup saling berdampingan tanpa merasa benar sendiri atau menyalahkan pihak lain.

    BalasHapus
  4. Kalau semua rakyat Indonesia saling sayang, saling menghargai pastilah Indonesia akan semakin maju.
    Damai dan sejahtera itu penting untuk kemajuan negara kita.

    Semoga makin banyak Pak Ahmad-Pak Ahmad dan Pakde-pakde lainnya, juga mbak Sri-Mbak Sri lain, yang saling menyayangi tanpa perlu melihat agama, ras, dan sukunya.

    BalasHapus
  5. Duh ngeri kali mbaaa jalan-jalanmu kali ini, beruntung masih ada pertolongan Tuhan ya. Aku jg pernah lost in Bali hehehehe. Berbekal gps dan mbah gugel yang terkadang salah mengerti. Beruntung kami berakhir di tepi pantai yang indah, sempat melepas amarah sambil kecipak kecipuk main air. Eniwe, dari cerita ini, aku tau pasti, tangan Tuhan selalu menyertai. Gbu mbaaa

    BalasHapus
  6. Selalu suka baca cerita menjelajah keluarga suwanto, tegang tapi menikmati cerita sampai akhir. Apalagi diakhir selalu di selipkan hikmah kebaikan seperti ini.

    BalasHapus
  7. Pergi menjelajah bisa diganti di lain waktu. Namun welas selalu ada setiap saat ya mbak.
    Kunantikan ceritamu ke batuangus yaaa

    BalasHapus
  8. Batuangus ada juga di Sulut, ya? Kita pernah ke Batuangus yang di Ternate. Posisinya juga dekat pantai. Btw, petualangan yang seruu sekali, Mbak.

    BalasHapus
  9. Haduuuh... paling serem kalau lagi jalan sama keluarga trus ada masalah sama mobil. Ibu negara pasti paling panik, meski pura-pura kalem. Kami pernah pecah ban di pinggir kota. Banyak yang lewat tapi nggak ada yang nolong. Berdua kami ganti ban, sementara 4 anak diminta duduk dekat mobil. Alhamdulillah ... tenaga kami cukup, lalu ngegas menuju kota dan cari makan. Lah, nggak cari bengkel ya? Udah malam yang buka kulineran,.hahaha

    BalasHapus
  10. Perjalanan keluarga Suwanto selalu bikin pembaca ikutan dag dig dug jeder, yaaa ... Cocok banget makanya blog ini dinamai jelajah Suwanto, hihihi ... Syukurlah ya, Mbak, ada bantuan datang. Meskipun pakai aksi nempelin kuping ke dinding, hahaha ...

    BalasHapus
  11. ikut tegang bacanya..hehehe
    Kwtulusan orang yg menolong, adalah anugrah bagi Kel Bpk Sumanto & ladang pahala bagi Pak Achmad, juga Pakde. Salit masih ada orang seperti mereka didaerah yg suka dimanfaatkan orang2 tertentu.

    BalasHapus

KELUARGA SUWANTO

KELUARGA SUWANTO
Keluarga Suwanto di Ranger Station Raja Ampat

Recent Posts

Popular Posts

Label