Hiking Cisadon jadi diskusi Keluarga Suwanto dalam sepekan. Kami so teramat rindu menjelajah. Rasa-rasanya bersentuhan dengan alam merupakan kemewahan saat kita hidup di Jakarta. Beda sama Manado, setiap weekend kami bisa langsung kabur ke bukit, gunung, atau laut. Maka hiking ke Cisadon bersama anak adalah healing yang sempurna.
Kali ini Keluarga Suwanto hiking bertiga saja, Ayah, Bunda dan Kecik. Mas sedang berjarak, LDR-an menuntut ilmu di pulau seberang. Kami memutuskan hiking sendiri tanpa local guide. Tak banyak persiapan untuk hiking ke Cisadon. Modal nekat berbekal DM Instagram, seseorang yang ada di latest #cisadon. Terima kasih pada kawan-kawan pencinta alam yang senang berbagi pengalaman, mau merespon japrian untuk pertanyaan-pertanyaan yang mungkin sepele. It means a lot to me.
Cisadon, Ada Apa Di Sana?
Saat mencari-cari jelajah alam yang paling dekat dari Jakarta, pilihan jelajahsuwanto tertuju pada Cisadon. Adalah perkampungan kecil di tengah lembah, berpagar bukit-bukit hijau. Tak ada kendaraan umum yang dapat mencapai kampung ini sebab konturnya terjal dan menanjak, minim listrik juga susah sinyal.
Tampaknya medan yang menantang ini menarik minat para pencinta kegiatan outdoor. Cisadon Trail menjadi populer dengan jalur hiking, trail run, gowes, motor trail dan off-road. Sebuah remote area yang bikin penasaran.
Dimana Lokasi Cisadon?
Secara administratif Cisadon terletak di Kelurahan Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampung yang berada di ketinggian 1.158 mdpl ini sering juga disebut Cisadon Sentul. Mungkin karena lokasinya berdekatan dengan kawasan Sentul.
Sementara itu selain rute Sentul Bojong Koneng, Cisadon bisa juga disambangi lewat Paseban Trail, Rawa Gede, Leuwi Hejo, Vila Prabowo, Cibadak, Paniisan, Wangun dan lain-lain. Banyak jalan menuju Cisadon.
Trek Cisadon via Bojong Koneng menempuh rute sejauh ±16 km, pulang pergi. Kami start jam 9 pagi, makan siang di Pondok Pemburu Pk.11.00, tiba di Cisadon Pk.13.00 dan balik di tempat penitipan mobil hampir setengah 6 sore. Jalannya santai, sungguh menikmati sekitar dan terlebih menyesuaikan kecepatan Adek Kecik.
Trek Bojong Koneng cukup mudah dilalui. Jalur ini biasa sebagai lintasan warga dan kendaraan off-road. No worries bakal tersesat. Kita tinggal menyusuri sepanjang Jl. Prabowo-Cisadon, dengan ancar-ancar sebagai berikut: Kandang Sapi Prabowo – Nebula Glamping – Camp Comando – Pondok Pemburu – Perkebunan Kopi – Warung Herbal Kang Dani – Hutan Bambu Cisadon – Desa Cisadon.
Time line
jelajahsuwanto tercatat di foto mulai dari Kandang Sapi Prabowo pukul
09.11– Pertigaan Nebula Glamping 10.27 – Camp Comando 10.46 – Pondok
Pemburu 10.49 – Persimpangan rute Kampung Awan, Villa Prabowo, Paniisan,
dll 11.44 – Jalan berlumpur 11.49 – Situ Badeur 13.01 – Ngopi di
Cisadon 13.17 – Pulang 13.45 – Mampir Warung Kang Dani 14.24 – Sampai
di area parkiran Pk. 17.30-an.
Kira-kira setengah delapan pagi Keluarga Suwanto keluar dari Jakarta dengan panduan Google Maps. Saya mengetik “Padepokan Garuda Yaksa” di kolom search. Sebenarnya lokasi start hiking Cisadon masuk ke jalan berbatu tak jauh dari padepokan. (Update: keyword “Awal Trekking Cisadon” sudah terindeks Google Maps).
Usai menempuh 1,5 jam perjalanan kami memasuki Jl. Prabowo-Cisadon, Bojong Koneng. Landasan aspal semakin menyempit dan lengang. Satu dua motor melaju cepat. Disaat kebingungan mencari arah muncul bapak yang murah senyum. Ia kelihatan tak asing dengan pertanyaan rute Cisadon. Kami diarahkan ke jalan berbatu di tengah rimbunnya dedaunan.
Usai menempuh 1,5 jam perjalanan kami memasuki Jl. Prabowo-Cisadon, Bojong Koneng. Landasan aspal semakin menyempit dan lengang. Satu dua motor melaju cepat. Disaat kebingungan mencari arah muncul bapak yang murah senyum. Ia kelihatan tak asing dengan pertanyaan rute Cisadon. Kami diarahkan ke jalan berbatu di tengah rimbunnya dedaunan.
Jalan berbatu itu seperti satu-satunya laluan dari dekat Padepokan Garuda Yaksa. Jujur kami sempat khawatir karena jalan grunjal-grunjul, mana sunyi pula. Lega, ternyata kurang dari 15 menit.
Begitu melihat pondok dengan area parkiran semangat langsung on fire. Agaknya kami sedikit kesiangan, sebab beberapa mobil plat B telah berjejer rapi. Tempat penitipan kendaraan ini dikelola oleh warga setempat. Di lokasi tersebut tersedia kamar mandi dan pondok makan (saat itu tutup).
2 bapak yang berjaga serempak bertanya akan parkir nginap atau tidak? Menurut mereka ada juga pengunjung yang mondok atau camping baru kembali esok harinya. Benar saja di sebelah mobil kami serombongan anak muda dengan perlengkapan kemah siap mendaki. Kecik celamitan pengin pasang tenda, Bunda sama Ayah bahagia mau ngekor rombongan ini. Maksud hati buat petunjuk jalan, etapii…
Kandang Sapi Prabowo, Titik Awal Pendakian Cisadon
Harus diakui Keluarga Suwanto kadang-kadang cocok disebut Pasukan Sok Tahu. Di muka area parkiran kami dihadapkan pada pilihan sulit, simpang tiga. Tidak ada papan petunjuk. Arah yang tadi dilewati (langsung coret dari list), jalan terusannya dan arah menurun. Celingak-celinguk, kiri atau kanan? Rombongan yang sejak tadi siap-siap di parkiran itu… ko gak jalan-jalan sih. Please deh.
Yoweslah. Ayo maju, bergerak ikuti semilir angin.
Syukur dari arah jalan menurun Ibu berjilbab merah berpapasan dengan kami yang baru sekitar 10 langkah. Bertukar senyum kuberanikan tanya, “Bu arah hiking Cisadon mana ya, Bu?” Si Ibu nyengir, “Oalaah mau ke Cisadon, lewat sana Neng!” Ia menunjuk arah yang sonooh. “Xixixi hatur nuhun ya, Bu.”
Gak sampai 500 meter lenguhan sapi riuh bersahut-sahutan. Foto dulu lah, biar sah hiking Cisadon kami dimulai dari kandang sapi Prabowo, Bojong Koneng, Babakan Madang, Sentul.
Anggap saja titik awal pendakian hiking Cisadon, Kandang Sapi Prabowo |
Medan Hiking Cisadon Ramah Anak, Totally Seru!
Di depan kami terpentang jalur tanah berbatu yang cukup lebar. Nanjak mendaki membelah perkebunan warga. Jarang sekali orang lewat. Hanya suara alam dan sesekali celoteh kami bertiga. Target terdekat Keluarga Suwanto yaitu tiba di Pondok Pemburu saat makan siang.
Jalur konsisten naik. Tak dipungkiri kadang bikin napas cepat kembang kempis. Namun, elok pemandangan, cicit burung, cuaca cerah dan tegukan air mineral jadi pemacu untuk terus bergerak.
Di antara kandang sapi – pondok pemburu masih dijumpai rumah-rumah warga. Ada semacam warung tempat istirahat berupa pondok kayu sederhana di bibir tebing. Namun tidak ada orang, entah tutup permanen atau saat itu saja. Kami juga bersua dengan sepasang muda-mudi yang baru turun. Mereka menginap di Filemon Camp bukan dari Cisadon. Terdapat sejumlah vila dan camping ground di antara jalur ini.
Sehabis membayar retribusi jalur akan semakin “hutan” karena memang sudah masuk ke wilayah Perhutani. Selanjutnya hampir tidak ada pemukiman. Tapi jangan khawatir, kawasan Cisadon bukan hutan dengan vegetasi lebat. Banyak area terbuka yang disinari matahari.
Kira-kira seperempat jam selepas meninggalkan pondok pemburu seorang traveler yang sempat terlihat di pondok balik dari arah Cisadon. “Saya tidak jadi ke Cisadon ada kubangan lumpur. Tapi coba aja kalau mau ke sana…” Kami saling melambaikan tangan.
“Ayah mau lanjut?” tanya Kecik yang menyimak tegur sapa kami. “O iya dong, kan kita bertiga. Pasti bisa!” Ayahnya optimis bikin Kecik antusias.
“Ayah mau lanjut?” tanya Kecik yang menyimak tegur sapa kami. “O iya dong, kan kita bertiga. Pasti bisa!” Ayahnya optimis bikin Kecik antusias.
Dan kini jalan tanah di depan kami betulan bak kubangan lumpur, cukup dalam untuk melesakkan sepatu. Setapak tanah licin di birai jurang merupakan jalur tunggal yang patut dicoba, tentu harus ekstra hati-hati. Kami mengumpulkan batu seadanya untuk pijakan. Saya melompat duluan memberi contoh Kecik agar meniru dari belakang. Ayahnya paling terakhir menjaga jika terjadi sesuatu. Berhasil.
Lepas kubangan jalur menuju Cisadon lebih berwarna. Bunga-bunga liar kuning pucat, ungu, putih, oranye semarak mengundang lebah dan kupu-kupu. Sayang banget hape Kecik rusak, banyak foto dan video Cisadon yang ikut raib.
Kecik berhenti di gawir memetik bunga Randa Tapak
lalu meniupnya. “Selamat bertumbuh di tempat lain Dandelion… hijaukan
bumi!” ucapnya gembira. Walau videonya rusak tapi Bun ingat momen
ini, Nak. Kamu anak kecil yang mencintai alam. Semoga alam selalu
berbaik hati padamu.
Kawasan perhutani Cisadon nampaknya sudah dikembangkan untuk argoforestry. Kami menjumpai perkebunan jeruk lemon yang terawat dengan baik. Buah lemonnya besar-besar padahal masih berwarna hijau.
Kami melewati aliran-aliran air, semacam parit (susukan kalau basa Sunda-nya mah), sungai kecil (walungan), serta air yang jatuh menuruni tubir. Airnya jernih dan dingin. Kami juga tertawa saat meniti berangkal-berangkal kali, menjaga kesimbangan agar sepatu tidak basah di walungan sebelum centre of Cisadon.
Ketika melintasi hutan bambu saya merasa masuk ke suatu tempat dengan aura nyenyet, kayak dari terang tiba-tiba berubah gelap. Sirep. Cahaya surya terhalang, sementara angin seolah memantik gemerisik daun-daun bambu. Bulu kuduk saya meremang, tapi Kecik dan Ayahnya tetap bercakap-cakap riang. Di turunan kami bertemu seorang ibu dan cucu laki-lakinya. Mereka baru mengambil sembako dari Cisadon. “Habis turunan ini sudah kampung Cisadon, Neng.” Ganbatte Kudasai!
Hiking Cisadon Bersama Anak, Apa Saja Yang Harus Dipersiapkan?
- Hiking ke Cisadon tanpa persiapan yang baik bukan hal bijak. Kami cuma membawa 1 ransel daypack berisi 3 botol air mineral 600ml, 1 termos kopi 600 ml dan sepotong coklat. Padahal sekali perjalanan membutuhkan waktu ±4 jam dengan medan yang kompleks. Air minumnya jelas kurang. Next kalau hiking ke Cisadon kudu well prepared, setidaknya bawa bekal minum dan camilan penambah energi antisipasi jarang warung yang buka. Bagus jika sebelum pergi sarapan dulu, minimal ngopi atau minum susu buat anak.
- Perlu juga mempertimbangkan cuaca. Hujan bisa turun kapan saja. Sangat disarankan menggunakan outfit yang nyaman, menyerap keringat, dan cepat kering. Boleh banget bawa jas hujan atau payung.
- Agar nyaman berjalan disarankan memakai sepatu hiking yang cocok untuk medan jalan tanah dan berbatu. Sebaiknya sepatu dengan sol 'mengigit', ukuran agak longgar, dan leher sepatu empuk. Kecik menggunakan sepatu sekolah yang ukurannya terlalu pas. Alhasil kaki lecet dan nyaris terpeleset berkali-kali karena licin saat hujan.
- Trekking poles adalah peralatan hiking yang menurut saya dan Kecik sangat membantu perjalanan kami. Lain halnya dengan Ayah, ia malah terganggu harus membawa-bawa tongkat tambahan. Trekking poles ini bakal jadi prioritas check out dari marketplace. Kemarin kami dibantu kebaikan alam, ranting Albasia yang jatuh mengering di tepi hutan.
- Membawa P3K, toiletries, handuk, baju dan sandal untuk salin. Untung semua perlengkapan itu ditaruh di mobil. Kami segera lepas sepatu dan ganti baju yang basah. Badan dibalurin minyak telon biarpun udah setua ini, biar gak masuk angin.
Camp Commando Cisadon
Kelopak ungu bunga Senggani berguguran di hamparan rumput hijau. Ada area camping yang nampaknya baru di buka, Camp Commando Cisadon. Kecik terpesona pada tempat ini, pada bangunan minimalis serupa tenda, pada bonfire di area camping, pada lapang rumput hijau, pada belalang yang ia kejar-kejar.Kecik mau nge-camp malam ini, ia merajuk. Syukurlah bujuk rayu Bun bisa dipahami, “Kita akan kemping kalau Mas dan Bibi Ani ikut juga, biar tambah seru.” Dan janji is janji, suatu hari kudu ditepati.
Pondok pemburu ialah camping ground dengan fasilitas yang terbilang lengkap. Tempat makan, warung, mushola, dan toilet. Sumber air dan listrik memadai. Kapasitas pondok pemburu menampung antara 100-150 tenda dan 50 campervan.
Keluarga Suwanto singgah ketika rinai menyapa. Waktu yang cocok untuk menikmati mie rebus dan secangkir kopi, ditambah gorengan tahu, nasi rames, es teh, dan lain-lain. Eh … (maruk ini sih) Sesebapak yang tak sengaja bertembung di Camp Commando merekomendasikan nasi bakar Pondok Pemburu. Ia juga menyarankan mending kami makan siang di sana, soalnya belum tentu ada yang jual makanan di Cisadon. Saran yang tepat.
Sayang kami gak jodoh sama nasi bakar, menu makan siangnya tinggal ayam goreng dan tumis daun pepaya. Mereka baru mau masak ulang, tapi kami berpacu dengan waktu. Puji Tuhan gerimis cepat berhenti. Kami bisa makan di area outdoor, di bawah pohon besar ditemani anjing hitam yang sopan. Anjingnya duduk manis ngelihatin kita makan.
Cisadon, Halimun dan Saranghaeyo
“Ayo cepat…” Pak Suwanto mengajak kami bergegas. Pasalnya kabut tipis berarak menuju lembah. “Halimun…, halimun itu bahasa Sunda untuk kabut, Dek” jelasku pada Kecik yang manggut-manggut doang. Halimun mengingatkanku pada kampung Nagahaerang di era 80-an. Romansa masa kecil menembus pekatnya kabut menyusuri Pasarean Karanggantungan bersama Mama, Emak, Ani dan Agung. Siang itu halimun Cisadon datang dan pergi secepat angin yang membawanya, sama sekali tidak mengganggu jarak pandang kami.
Di sebuah ceruk berpayung rindang tumbuhan paku, kami berpapakan dengan opa yang trengginas berkulit oriental. Ia berdua dengan seorang wanita berpakaian runner. “Saranghaeyo…” sambil tersenyum pada Kecik ia membentuk simbol cinta di tangan. Sarangkeyong timpal Kecik jahil. Kami sama-sama tersenyum. Ah opa yang satu ini betulan Oppa-oppa senior citizen Korea. Cisadon trail rupanya populer di kalangan wisatawan mancanegara, khususnya Korea dan Jepang.
Cisadon Tak Bisa Dipisahkan dari Kopi
Semakin dekat ke Cisadon manis aroma bunga kopi samar terhembus angin. Kelopak putih bunga kopi bergerombol laksana melati. Kecik beruntung melihat ranum buah kopi berdompol di pohonnya. Ada yang hijau, semu kuning dan merah. Kopi yang tumbuh subur di Cisadon adalah jenis robusta. Pasalnya robusta dapat hidup di ketinggian 700-1200 mdpl dan mudah dirawat, cocok dengan kondisi tropis Cisadon.
Jantung pemukiman Cisadon masih 10 menit dari gerbang selamat datang. Sebuah lembah datar berselimutkan halimun. Siapa yang tak terpikat? Pantas dahulu petani kopi mendirikan saung-saung peristirahatan di tempat ini. Saung-saung yang kemudian berganti wajah menjadi rumah, tempat bermukim yang damai bagi warga Cisadon.
Kami menyusuri walungan, surau bercat hijau, empang dengan dangau di atasnya, serta rumah warga berhias bunga-bunga cantik. Seekor anjing menyambut dan mengantar kami hingga di gerbang selamat datang. Keluarga angsa dan kucing tidak
terlalu memusingkan kehadiran orang, mereka asik bermain di pekarangan. Sepi tak terlihat warga setempat, hanya anak bujang yang menjaga warung. Kata si bujang, penduduk yang menetap di Cisadon kurang lebih 20 kepala keluarga saja.
Warung kayu di pusat Cisadon itu takah-takahnya jujugan para traveler. Tersaji kopi seduh,
mie instan, aneka minuman dan snack kemasan. Sebab cikal bakal Cisadon tak bisa dilepaskan dari kopi, maka wajib ngopi di sini. Kopi yang diproses sederhana, disangrai dan ditumbuk
menggunakan lumpang alu. Air panas untuk menyeduh kopi dijerang di
tungku api zaman baheula. Seandainya ada bala-bala,
gehu dan singkong goreng, kami pasti lebih lama menikmati Cisadon.
Meski tercatat secara administratif sebagai Desa Cisadon, tetapi fasilitas publik contohnya listrik, sekolah atau puskesmas belum merambah tempat ini. Anak-anak usia sekolah mengenyam pendidikan dan menginap di desa tetangga. Setiap pekan mereka pulang ke Cisadon. Listrik disiasati dari kincir air yang menggerakkan turbin di aliran sungai.
Bukannya tak ingin menyesap keheningan Cisadon lebih lama, tapi perjalanan 8 km lagi membuat kami tergesa. Tambahan pula langit biru berganti kelabu. Selain itu tadi kami janji pada Kang Dani akan mampir untuk menikmati wedang jamu herbal racikannya.
Wedang Herbal Warung Kang Dani Cisadon
Renyai kembali turun persis setelah perkebunan kopi. Bersyukur perdu memayungi kami. Tuhan baik sekali, masuk ke area terbuka hujan reda membawa sinar matahari. 30 menit kemudian kami menikmati wedang herbal jurus sehat Rasullah. Wedang yang direbus dari belasan rempah alam. Sereh, lada, cabe hutan, kapulaga, jeruk nipis, kayu manis dan lain-lain. Rasanya enak, perpaduan manis, segar dan pedas. Kecik suka, kami pesan 2 gelas lagi untuk di rumah.Warung Kang Dani mencil sendirian di tengah hutan. Ia dan istri membuka warung saat akhir pekan. Senang sekali melihat apotek hidup dan bunga-bunga indah di kebun kecilnya. Ibu dan anak lelaki yang kami jumpai di hutan bambu ternyata ibu mertua dan anak Kang Dani. Keluarga ini ramah sekali. Kang Dani menunjukkan Kecik dua ekor monyet kelabu yang bergelantungan di pohon Kaliandra.
Hiking ke Cisadon terjangkau dari segi biaya. Selain transportasi untuk tol dan bensin, biaya lainnya meliputi retribusi untuk perawatan jalan, parkir dan makan.
Sebelum masuk ke wilayah perhutani, sejumlah anak muda berjaga untuk mengambil retribusi perawatan dan perbaikan jalan Desa Bojong Koneng. Tertulis ketentuan berdasar hasil kesepakatan dan musyawarah dari masyarakat dan pihak Desa Bojong Koneng. Retribusi: Rp.10.000,-/(0rang + Motor/Sepeda), Rp.5.000,- /(orang), Rp.10.000,-/(touries), Rp.10.000,-/mobil.
Untuk biaya parkir di tempat penitipan mobil antara 15-20K. Saya tak ingat pastinya, saat itu hujan lebat tidak ada salahnya memberi lebih pada mereka yang bekerja di cuaca basah. Toilet bayar seikhlasnya. Harga makanan dan minuman di pondok pemburu, kopi Cisadon dan Jamu Kang Dani normal antara 20-100K.
Sebelum masuk ke wilayah perhutani, sejumlah anak muda berjaga untuk mengambil retribusi perawatan dan perbaikan jalan Desa Bojong Koneng. Tertulis ketentuan berdasar hasil kesepakatan dan musyawarah dari masyarakat dan pihak Desa Bojong Koneng. Retribusi: Rp.10.000,-/(0rang + Motor/Sepeda), Rp.5.000,- /(orang), Rp.10.000,-/(touries), Rp.10.000,-/mobil.
Untuk biaya parkir di tempat penitipan mobil antara 15-20K. Saya tak ingat pastinya, saat itu hujan lebat tidak ada salahnya memberi lebih pada mereka yang bekerja di cuaca basah. Toilet bayar seikhlasnya. Harga makanan dan minuman di pondok pemburu, kopi Cisadon dan Jamu Kang Dani normal antara 20-100K.
Hujan benar-benar lebat di sepertiga tujuan pulang. Kami memaksakan berjalan dalam guyurannya sebab hutan kian gelap. Salut sama Kecik, walau badan basah dan kaki terjerembab ke dalam kubangan lumpur, ia tidak mengeluh.
Hiking ke Cisadon bisa dikategorikan aman untuk anak. Orang tua perlu mempersiapkan perlengkapan dan bekal yang memadai untuk kenyamanan bersama. Hiking mandiri tanpa guide juga bisa dilakukan. Ada banyak petunjuk, jangan enggan bertanya dan ikuti saja kata hati. Selamat menyusur Cisadon, sebuah lembur singkur yang menghangatkan hati.
lama trackingnya lumayan juga ya pak
BalasHapuskalau rame rame sama sohib kayaknya seru nih
nggak nyangka adek kecik kuat juga ya
view kalau udah di ketinggian bagus juga ini, seger gitu liatnya, suka